OTONOMI DAERAH
i
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Istilah
otonomi daerah dan desentralisasi dalam kerangka sistem penyelenggaraan
pemerintahan sering digunakan secara campur baur. Sekalipun secara teoritis
kedua istilah ini dapat dipisahkan, namun secara praktis kedua konsep ini sukar
untuk dipisahkan. Bahkan menurut banyak kalangan, otonomi daerah sama dengan
desentralisasi. Desentralisasi pada dasarnya adalah pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada daerah, sedangkan otonomi daerah menyangkut hak – hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut.
Dewasa ini, hampir di setiap negara menganut desentralisasi sebagai suatu azas
dalam sistem penyelenggaraan negara.
Sementara
menurut Perserikatan Bangsa – Bangsa,
desentralisasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat yang berada
di ibukota negara baik melalui cara dekonsentralisasi (pelimpahan wewenang),
misalnya pendelegasian kepada pejabat di bawahnya maupun melalui pendelegasian kepada
pemerintah atau perwakilan di daerah. Batasan ini hanya menjelaskan proses
kewenangan yang diserahkan pusat kepada daerah, tetapi belum menjelaskan isi
dan keluasan kewenangan serta konsekuensi penyerahan kewenangan itu bagi badan
– badan otonomi daerah.
Sedangkan pengertian
otonomi daerah dalam makna sempit dapat diartikan sebagai ‘mandiri’, sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai ‘berdaya’. Dengan demikian otonomi
daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan
keputusan mengenai kepentingan daerahnya. Jika suatu daerah sudah mampu
mencapai kondisi tersebut, maka daerah tersebut dapat dikatakan sudah berdaya
untuk melakukan apa saja secara mandiri. Dan dengan kemandirian itulah
diharapkan agar suatu daerah dapat berkembang.
Menurut UU RI No. 32 dan 33 tahun 2004
tentang Otonomi Daerah dijelaskan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang – undangan. Dan daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Ada beberapa
alasan, mengapa Indonesia membutuhkan desentralisasi. Pertama, kehidupan
berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat, sementara pembangunan di
beberapa wilayah lain diabaikan. Kedua, pembagian kekayaan secara tidak adil
dan merata. Daerah – daerah yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah,
seperti Aceh, Riau dan Papua, Kalimantan
dan Sulawesi ternyata tidak mendapat perolehan dana yang patut dari
pemerintahan pusat. Ketiga, kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah
lainnya sangat mencolok.
Sementara
itu terdapat berbagai alasan ideal dan filosofis bagi penyelenggaraan
desentralisasi pada pemerintahan daerah sebagaimana dinyatakan The Liang Gie :
1. Dilihat dari
sudut politik, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan
pada satu pihak saja yang akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang
politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan
pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih
diri dalam menggunakan hak – hak.
3. Dari sudut
teknik pengorganisasian pemerintah adanya desentralisasi atau otonomi daerah
adalah untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih
utama untuk diurus oleh pemerintahan setempat, pengurusannya diserahkan kepada
daerah. Begitu juga halnya apa yang sangat perlu dikembangkan, juga diserahkan
kepada daerah untuk mengembangkannya.
4. Dari sudut
kultur/budaya, desentralisasi atau otonomi daerah perlu diadakan supaya
perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti
geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi dan watak kebudayaan.
5. Dari sudut
kepentingan pembangunan ekonomi, otonomi daerah diperlukan karena pemerintah
daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.
Namun
demikian, otonomi daerah harus dilandasi dengan argumentasi yang kuat dan tidak
hanya secara teoritis, tetapi juga perbaikan – perbaikan yang diraih berupa kenyataan
yang empirik. Kalangan teoritisi pemerintahan mengajukan sejumlah argumen yang
menjadi dasar atas pilihan tersebut, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara realistis. Dengan bahasa sederhana, otonomi daerah harus memperlihatkan
perbaikan dan perubahan yang lebih baik dalam segala aspek. Kalau keadaan
justru sebaliknya, seperti banyaknya terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
dan rakyat semakin sulit menjangkau harga kebutuhan pokok karena kenaikan
harga, hal itu sebagai pertanda bahwa pemerintah gagal untuk mensejahterakan
masyarakat.
Di samping
itu berbagai argumentasi pentingnya desentralisasi atau otonomi daerah untuk
dikembangkan adalah sebagai berikut :
1. Untuk
terciptanya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.
Efisiensi
maksudnya disini adalah adanya penghematan dan penyederhanaan birokrasi
pemerintahan dari yang terlalu panjang menjadi pendek, dari waktu yang lebih
lama menjadi waktu yang lebih ringkas. Sebagai contoh pembangunan sebuah jalan
yang sebelumnya harus memperoleh persetujuan dari pemerintah pusat. Maka sejak
otonomi dilaksanakan, seharusnya tidak perlu diurus oleh pusat, tetapi cukup
oleh pemerintah di kabupaten atau kota saja. Kalau sebuah APBD harus
ditandatangani dan direvisi oleh pemerintah pusat tentu hal tersebut
membutuhkan waktu yang tidak sedikit, karena semua daerah juga mengajukan APBD
yang sama. Oleh sebab itu, proyek – proyek yang harus dilaksanakan akan
terlambat karena lamanya proses pengesahan APBD di pemerintah pusat (Departemen
Dalam Negeri). Dan hal tersebut masih terjadi hingga sekarang. Kondisi tersebut
menyebabkan proyek – proyek yang harus dilaksanakan bahkan ada yang tidak dapat
terealisasi karena keterbatasan waktu.
Sementara
itu, efektifitas di sini bermakna bahwa hal – hal apa yang perlu dibangun dan
dikembangkan harusnya diurus sendiri oleh daerah tanpa ada campur tangan
pemerintah pusat untuk mencoretnya dari anggaran. Sebagai contoh, seperti
pentingnya membangun tempat pelelangan ikan bagi daerah – daerah di pesisir
supaya para nelayan mudah untuk menjual hasil tangkapannya.
2. Sebagai
sarana pendidikan politik
Pemerintah
daerah merupakan kancah pelatihan dan pengembangan demokrasi dalam sebuah
negara. Alexis de Tocqueville mencatat bahwa kota – kota kecil di daerah merupakan
kawasan untuk kebebasan sebagaimana sekolah dasar untuk ilmu pengetahuan. Di
sanalah terdapat kebebasan, di sana pula tempat orang diajari bagaimana
kebebasan digunakan.
Senada
dengan ungkapan tersebut menurut John Stuart Mill, pemerintahan daerah akan menyediakan kesempatan bagi
warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam membangun maupun mengotrol jalannya
pemerintahan. Mereka yang sudah terlatih dan sukses dalam membangun daerahnya
diharapkan akan mampu menjadi pemimpin nasional.
3. Mempercepat
proses pembangunan
Karena
dengan adanya proses efisiensi sebuah program atau pembuatan anggaran, maka
sebuah izin untuk pembangunan tidak lagi perlu campur tangan pemerintah pusat,
yang manfaatnya pembangunan yang dilaksanakan bisa lebih cepat karena tanpa
proses yang bertele – tele. Dalam konteks sekarang ini, dimana APBD yang sudah
disahkan oleh DPRD di tingkat kabupaten kota harus disetujui oleh Gubernur dan
Menteri dalam Negeri hanyalah akan memperlambat pelaksanaan suatu pembangunan,
karena harus menunggu persetujuan Mendagri yang biasanya membutuhkan waktu
berbulan – bulan.
4. Mempercepat
kesejahteraan
Kalau proses
pembangunan sudah dapat dilakukan dengan cepat, maka manfaatnya adalah
kesejahteraan masyarakat yang merupakan tujuan dari pembangunan itu akan
semakin cepat dapat diwujudkan. Seperti bertambah cepatnya pemerintah
merealisasikan program – program pengentasan kemiskinan dengan memberikan
kredit lunak tanpa bunga, maka semakin cepat pula masyarakat akan memperoleh
manfaatnya.
B. Asas – Asas Otonomi Daerah
Prinsip –
prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam UU No. 22 tahun 1999 yang
kemudian telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan
otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, persamaan dan
keadilan. Prinsip ini secara jelas mengingatkan bahwa dalam pelaksanaan otonomi
daerah dalam berbagai aspek jangan sampai mencederai nilai – nilai demokrasi
seperti nilai keadilan, persamaan dan kebebasan.
Sebagaimana
diketahui, bahwa nilai – nilai tersebut harus diimplementasikan dalam kehidupan
dan diakui sebagai nilai yang universal. Persamaan menuntut bahwa semua warga
negara Indonesia memiliki hak yang dan kesempatan yang sama. Karena itu tidak
boleh diskriminasi dalam suku, agama, daerah maupun kelompok tertentu. Begitu
juga halnya tidak boleh hak – hak istimewa (pilgrimage)
bagi kelompok tertentu. Realitas yang menunjukkan adanya keutamaan bagi putera
daerah untuk menjadi pegawai, pejabat dan pekerja di daerahnya adalah sesuatu
yang bertentangan dengan nilai – nilai demokrasi dan persamaan derajat, yang
karena itu harus dihapuskan. Dan terus terang praktek tersebut sebenarnya
bertentangan dengan prinsip – prinsip pelaksanaan otonomi daerah. Apalagi
menjadikan alasan otonomi untuk melegalisasi praktek di atas, jelas – jelas
sebagai sesuatu yang salah kaprah.
2. Pelaksanaan
otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Hal ini menghendaki bahwa pelaksanaan otonomi daerah harus utuh terhadap
sesuatu yang menjadi kewenangan daerah. Karena itu tidak boleh ada campur
tangan pemerintah pusat terhadap sesuatu yang telah menjadi kewenangan daerah.
Praktek sekarang ini, dimana APBD yang telah disahkan oleh DPRD di tingkat
kabupaten/kota harus disahkan kembali oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini
Menteri Dalam Negeri dianggap sesuatu yang tidak sesuai dengan prinsip ini.
Karena tidak sedikit APBD yang telah disahkan oleh DPRD masih diutak atik (ada
hal – hal yang harus dikurangi anggarannya bahkan ada yang dihapus) oleh
pemerintah pusat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah pusat masih campur
tangan dengan urusan daerah. Bertanggung jawab berarti bahwa kepala daerah
memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan otonomi daerah agar mampu membawa
kepada perubahan yang lebih baik. Jika dengan otonomi daerah tidak membawa
perubahan yang signifikan, maka kepala daerah bertanggung jawab dengan cara
mengganti para bawahannya atau mengundurkan diri sebagai suatu
ketidakmampuannya dalam melaksanakan tugas otonomi daerah.
3. Pelaksanaan
otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi. Artinya jangan sampai dalam
pelaksanaan otonomi daerah muncul berbagai kebijakan yang tidak sesuai dengan
konstitusi negara yaitu UUD 1945. Perda – perda yang diterbitkan oleh daerah
dan disahkan oleh DPRD kabupaten/kota tidak boleh bertentangan dengan UUD 1545.
Contoh perda yang membatasi agama tertentu untuk melaksanakan ajaran agamanya
adalah sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi. Dan sampai sekarang telah
banyak perda – perda yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri, karena
bertentangan dengan konstitusi, yakni UUD 1945.
4. Pelaksanaan
otonomi daerah harus meningkatkan fungsi legislatif, sebagai fungsi legistlasi,
fungsi pengawasan dan fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih
meningkatkan kemandirian daerah otonom karena dalam daerah kabupaten dan kota
tidak ada lagi wilayah administrasi.
6. Pelaksanaan
otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah
kota, sedangkan pada daerah provinsi merupakan otonomi terbatas.
5. Otonomi Daerah Indonesia
Adapun
landasan hukum otonomi daerah yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut
:
UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah.
UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah.
UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
(revisi).
UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah (revisi).
Selain itu
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia juga telah diatur kerangka landasannya
dalam UUD 1945, antara lain :
Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :
“Negara
Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.
Negara
Kesatuan Republik Indonesia memilih desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahannya bukan sentralisasi. Hal ini disebabkan :
a. Wilayah
Indonesia yang sangat luas.
b. Daerah –
daerah di Indonesia memiliki kondisi geografi dan budaya yang berlainan.
Pasal 18 yang menyatakan :
“Pembagian
daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dalam bentuk susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang dengan memandang dan
mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak asal
– usul dalam daerah – daerah yang bersifat istimewa”.
Selanjutnya
dalam penjelasan pasal 18 ditetapkan antara lain :
“Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan
provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil”.
Di daerah yang bersifat otonom (streek dan localerechts gemeenshappen) atau bersifat daerah
administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang
- Undang”.
“Di daerah – daerah yang bersifat otonom akan diadakan
badan perwakilan daerah. Oleh karena itu, di daerah pun pemerintahan akan
bersendi atas dasar permusyawaratan”.
Menurut
Undang – Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah seperti yang
telah disebut diatas, daerah yang bersifat otonom atau daerah otonom, meliputi
3 daerah yaitu :
1. Daerah
provinsi
2. Daerah
kabupaten
3. Daerah kota
Di daerah
otonom dibentuk pemerintahan daerah. Yang dimaksud pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas desentralisasi. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta
perangkat daerah.Otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada otonomi yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab. Penjelasannya ialah :
1. Otonomi yang
nyata
Adalah
keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang
tertentu yang secara nyata ada diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di
daerah.
2. Otonomi yang
luas
Adalah
keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan pada bidang – bidang tertentu
yang masih ditangani dan terpusat oleh pemerintahan pusat di Jakarta.
3. Otonomi yang
bertanggung jawab
Adalah
berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul
oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan
kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang
serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan
demikian kewenangan daerah otonom sangat luas. Pemerintah daerah berwenang
mengurus sendiri kepentingan masyarakatnya. Urusan itu meliputi berbagai bidang
misalnya:
a. Pendidikan
dan kebudayaan
b. Kesejahteraan
c. Kesehatan
d. Perumahan
e. Pertanian
f. Perdagangan dan industri
g. Lingkungan
hidup
h. Penanaman
modal
i.
Pertahanan
j.
Tenaga kerja
dan pekerjaan umum
k. Perhubungan
l.
Koperasi
Jadi, segala
hal yang menyangkut di atas merupakan kewenangan daerah dan tidak lagi menjadi
wewenang pusat. Tetapi dalam bidang pendidikan, yang menjadi wewenang daerah adalah
pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sementara pendidikan tinggi tetap menjadi wewenang
pemerintah pusat. Hal tersebut berimplikasi bahwa persoalan pendidikan dasar
dan menengah menjadi tanggung jawab daerah dan daerah sendiri yang mengeluarkan
izin dibukanya suatu sekolah, yang dalam hal ini oleh Dinas Pendidikan yang ada
di setiap wilayah kabupaten dan kota. Tetapi sekolah yang bernaung di bawah
Departemen Agama tetap menjadi wewenang pemerintah pusat, karena sektor agama
bukan menjadi wewenang daerah. Sementara izin untuk mendirikan pendidikan
tinggi setingkat universitas, akademi, sekolah tinggi atau institut adalah
wewenang pemerintah pusat.
Begitu juga
halnya dengan tenaga pengajar maupun karyawan administrasinya. Di sekolah dasar
sampai sekolah menengah menjadi tanggung jawab pemerintah di daerah untuk
mengangkatnya maupun memberikan insentifnya, sementara di pendidikan tinggi
akan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat untuk mengangkatnya. Karena itu SK
pengangkatan dosen ditandatangani oleh Menteri dan bukan Bupati atau Gubernur.
Walaupun demikian dalam pelaksanaannya daerah masih memberikan administrasi
terhadap para aparatur negara yang bertugas di daerah apakah mereka pegawai
daerah atau pegawai pusat. Tetapi keduanya haruslah diperlakukan secara adil
dalam hak dan insentif, karena prinsip pelaksanaan otonomi daerah salah satunya
adalah keadilan dan persamaan.
Seperti juga
halnya dengan aspek pertanahan, seharusnya pemerintah pusat tidak lagi
berwenang memberikan izin untuk menerbitkan hak pengelolaan hutan kepada pihak
swasta, tetapi hal tersebut sudah menjadi wewenang daerah. Tetapi realitasnya
tidak demikian. Menteri Kehutanan masih terlibat dalam penerbitan izin yang
menyangkut hak – hak pengelolaan hutan oleh swasta.
Dan urusan
yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi, kabupaten/kota itu banyak sekali.
Hal ini karena provinsi, kabupaten/kota memiliki hak otonomi dari pemerintah
pusat. Pemerintah pusat menyerahkan sebagian wewenangnya kepada daerah untuk
mengurusinya sendiri.
Sehingga
sekarang pemerintah pusat hanya menangani 6 urusan saja, yaitu :
1. Politik luar
negeri
2. Pertahanan
3. Keamanan dan
yustisi
4. Moneter
5. Fiskal
nasional
6. Agama
Pada
akhirnya, otonomi daerah dan desentralisasi adalah cara atau strategi yang
dipilih agar penyelenggaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini bisa
menciptakan pembangunan yang berkeadilan dan merata di seluruh wilayah tanah
air. Pengalaman penyelenggaraan bernegara yang dilakukan secara tersentralisasi
justru banyak menimbulkan ketidakadilan di daerah. Karena keadilan merupakan
prasyarat bagi terwujudnya persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan dalam
makalah ini, kesimpulan penulis adalah otonomi
daerah artinya hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang – undangan. Dan daerah otonom, selanjutnya disebut
daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas – batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Daftar Pustaka
- Buku
Kaelan,
Zubaidi Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta
: Paradigma.
Ihsan,
Muhammad. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Pekanbaru : Suska Press.
Widjaja . 1992. Titik Berat Otonomi. Jakarta : Rajawali Press.